eradt.com – Saat 5G masih mendominasi jaringan seluler global, pandangan industri telekomunikasi kini beralih ke 6G, generasi keenam yang dijanjikan akan merevolusi komunikasi dengan kecepatan terabit per detik (Tbps), latensi mikrodetik, dan integrasi AI yang mendalam. Pada November 2025, perkembangan 6G memasuki fase krusial: dari riset awal ke studi standarisasi, dengan proyeksi peluncuran komersial pada awal 2030-an. Menurut International Telecommunication Union (ITU-R) melalui kerangka IMT-2030, 6G bukan sekadar peningkatan kecepatan, melainkan fondasi bagi dunia cyber-physical yang sepenuhnya otonom, di mana IoT, AI, dan sensing terintegrasi sempurna. Di Asia Tenggara, negara seperti Singapura dan Indonesia mulai menggelar inisiatif riset, sejalan dengan target ekonomi digital regional mencapai US$1 triliun pada 2030.
Apa Itu 6G? Evolusi dari 5G ke Dunia yang Lebih Pintar
6G dirancang sebagai penerus 5G (IMT-2020), dengan fokus pada konektivitas “limitless” yang mendukung miliaran perangkat secara simultan. Jika 5G menawarkan kecepatan hingga 20 Gbps dan latensi 1 ms, 6G menargetkan 1 Tbps—100 kali lebih cepat—dengan latensi di bawah 1 μs, memungkinkan aplikasi real-time seperti operasi bedah jarak jauh atau kendaraan otonom di kota pintar. Teknologi kunci meliputi terahertz (THz) communication di frekuensi 100 GHz hingga 10 THz, yang memungkinkan bandwidth masif tapi menantang karena penyerapan sinyal oleh udara.
Berbeda dari pendahulunya, 6G mengintegrasikan sensing dan komunikasi (ISAC), di mana jaringan tak hanya mentransmisikan data tapi juga “merasa” lingkungan—seperti mendeteksi lalu lintas atau polusi secara real-time. AI native akan mengelola spektrum, alokasi sumber daya, dan optimasi jaringan, mengurangi konsumsi energi hingga 90% dibanding 5G. Menurut NGMN Alliance, pengembangan 6G harus berbasis kebutuhan pengguna, menghindari penggantian peralatan 5G yang tidak perlu.
Perkembangan Terkini di 2025: Dari Riset ke Standarisasi
Tahun 2025 menjadi titik balik bagi 6G. Pada Maret, Telstra Australia mengalokasikan A$800 juta untuk infrastruktur transisi, sementara 3GPP menggelar workshop pertama di Incheon, Korea Selatan (10-11 Maret), membahas visi radio technology dan arsitektur sistem. Juni 2025 di Prague, studi teknis 6G dimulai, mencakup RAN (Radio Access Network) dan core network, dengan fase normatif pada 2027. Ericsson memamerkan kemajuan di MWC 2025, termasuk konsep 5G Advanced yang menjadi jembatan ke 6G.
Investasi global melonjak: Nokia mengakuisisi startup Biconic seharga US$80 juta untuk THz tech, sementara AS melalui NTIA menekankan spektrum berlisensi eksklusif dan AI efisien energi. Di Eropa, Jerman menunjuk koordinator riset 6G untuk tutup celah cakupan, dan Telefónica Germany uji quantum encryption dengan AWS. Asia memimpin kompetisi: Korea Selatan investasi US$194 juta hingga 2025 untuk enam area fokus, target peluncuran 2028; China Unicom rencanakan skenario aplikasi awal 2025; Jepang alokasikan ¥50 miliar untuk Open-RAN. Di Timur Tengah, Saudi Aramco siapkan US$1 miliar untuk inovasi 6G via Vision 2030.
Hingga Q3 2025, 30% riset 6G fokus pada THz, dengan regulator di banyak negara alokasikan lisensi eksperimental. Omdia prediksi pendapatan penyedia komunikasi global capai US$5,6 triliun pada 2030, didorong 6G dan AI.
| Negara/Organisasi | Inisiatif Utama 2025 | Investasi/Proyeksi |
|---|---|---|
| Korea Selatan | R&D core tech, peluncuran 2028 | US$194 juta hingga 2025 |
| AS (NTIA/NSF) | Spektrum lisensi, AI & quantum-safe | Proyek THz & non-terrestrial networks |
| Eropa (3GPP/NGMN) | Studi RAN & arsitektur | Workshop Incheon & Prague |
| China | Aplikasi awal Unicom | Skenario 6G 2025 |
| Australia (Telstra) | Infrastruktur transisi | A$800 juta (4 tahun) |
Aplikasi Masa Depan: Dari AR/VR ke Kota Pintar
6G akan ubah paradigma: Internet of Everything (IoE) hubungkan triliunan perangkat, dukung holographic communication, metaverse imersif, dan edge computing untuk analisis data IoT (175 zettabytes pada 2025). Di kesehatan, latensi rendah fasilitasi telemedicine presisi; di transportasi, kendaraan otonom integrasi satelit untuk cakupan global. NIST AS tekankan zero-trust architecture untuk keamanan, sementara Ericsson visi “cyber-physical world” dengan platform terpercaya untuk komputasi spasial.
Di Singapura, IMDA (Infocomm Media Development Authority) kolaborasi dengan Ericsson uji ISAC untuk smart nation, termasuk deteksi gempa via jaringan sensor.
Tantangan: Spektrum, Energi, dan Keamanan
Meski menjanjikan, 6G hadapi hambatan: THz rentan gangguan atmosfer, butuh material baru seperti superkonduktor untuk kurangi loss. Konsumsi energi tinggi diatasi desain ultra-lean, sementara keamanan tuntut enkripsi quantum-safe. Kolaborasi global via WRC-23 identifikasi band 7-15 GHz dan 92-300 GHz, tapi harmonisasi spektrum tetap krusial. Di ASEAN, isu utama adalah kesenjangan digital—6G harus inklusif untuk negara berkembang.
Pada 2025, 6G bukan mimpi jauh—ia adalah momentum yang membangun fondasi 2030. Dengan studi 3GPP mulai Agustus dan investasi miliaran, teknologi ini siap ciptakan ekosistem cerdas yang dorong inovasi. Seperti kata Patrick Johansson dari Ericsson, “6G bukan perpanjangan, tapi lompatan transformasional.” Di Singapura, yang target 100% cakupan 5G pada 2025, transisi ke 6G akan percepat visi Smart Nation 2.0. Waktu untuk berinvestasi sekarang, sebelum era hyper-connected tiba.
